Ketika Mobil Klasik (Juga) Menjadi “Toys for Big Girls”

Ketika Mobil Klasik (Juga) Menjadi “Toys for Big Girls"

Julukannya “Toys for Big Boys”, alias mainan para pria. Boleh jadi karena memang penggemarnya kebanyakan lelaki.

Tapi, apakah kemudian kaum wanita jadi tabu untuk menggemari mobil klasik? Atau, memang ada “larangan” bagi perempuan untuk mengoleksi mobil klasik?

Ketika Mobil Klasik (Juga) Menjadi “Toys for Big Girls"

 “Toys for Big Boys itu kan hanya sebuah slogan yang enak didengar. Mungkin kalau slogannya Toys for Big Girls, para lelaki justru tidak mau berpartisipasi,” kata Don Pram, salah seorang kolektor.

Don tidak sendirian. Berikut “bantahan” para kolektor (dan laki-laki) lainnya.

 

Letjen TNI (Purn) Soeyono

 Ketika Mobil Klasik (Juga) Menjadi “Toys for Big Girls"

“Hobi mobil klasik membutuhkan dana besar dan banyak menyita waktu. Namun, saya rasa, bukan hanya kaum lelaki saja yang suka mobil klasik. Banyak juga wanita yang tertarik, baik di Indonesia maupun di luar negeri.

“Jika kita memang pecinta mobil klasik, kita harus bisa meyakinkan pasangan, bahwa hobi ini merupakan investasi. Utamanya investasi kesenangan, awet muda, dan nostalgia menikmati kendaraan-kendaraan legenda pada zamannya. Itu merupakan sebuah kebahagian tak terbatas.

“Sinergi dari biaya, waktu, hunting sparepart dan aksesoris untuk membangkitkan kembali mobil klasik, merupakan suatu tantangan. Dan, suatu kebanggaan tersendiri jika mobil klasik tersebut kembali hidup dengan baik.

“Jadi, menurut saya, Toys for Big Girls itu adalah merajut sulaman, boneka, koleksi tas dan novel.”

 

Don Pram

Ketika Mobil Klasik (Juga) Menjadi “Toys for Big Girls"   

Toys for Big Boys?  Saya merasakan pernyataan tersebut seperti kembali kepada zaman dulu, bahwa memasak adalah pekerjaan wanita dan mencari uang adalah pekerjaan laki laki.

 

“Tapi, seakarang zaman telah berubah. Laki-laki maupun perempuan dapat mengerjakan apa yang mereka sukai. Laki-laki dan perempuan memiliki selera yang sama, meskipun mungkin dari sudut pandang yang sedikit berbeda. Namun, saya percaya, laki-laki dan perempuan sama-sama mengerti ketika melihat barang bagus.

 

“Saya malah merasa wanita sebenarnya lebih menyukai mobil antik. Sederhananya, mobil antik itu membawa kenangan, keindahan yang abadi, dan tidak meneriakkan statement yang chauvinist seperti umumnya supercar modern. Bahkan istri saya termasuk pecinta dan pendorong saya untuk mendapatkan mobil antik.

 

“Dikatakan big boys, mungkin menunjuk pada seseorang yang telah mapan, yang bisa memiliki toys ini, dan punya cara pandang hidup yang sudah berbeda dibandingkan sewaktu masih muda.

 

“Jadi, menurut saya, Toys for Big Boys ini hanya sebuah slogan yang enak didengar. Mungkin jika slogannya Toys for Big Girls, para lelaki malah tidak mau berpartisipasi.

 

“Sebenarnya mobil klasik bisa saja untuk big girls. Sebutlah mobil antik yang secara visual lebih manis, lebih friendly, meskipun banyak juga wanita sekarang suka yang extreme, sporty, bahkan bisa melakukan beberapa hal lebih baik daripada rata-rata pria. Untuk urusan ngebut, misalnya, mungkin saya bisa kalah dari beberapa wanita….”

 

Hasan Maki

Ketika Mobil Klasik (Juga) Menjadi “Toys for Big Girls"

 

“Memang kebanyakan pecinta mobil klasik adalah laki-laki, meskipun ada juga kaum hawa. Saya pernah melihat seorang wanita yang memiliki Mercedes-Benz 300 SL. Ke depannya, pasti akan banyak lagi kaum perempuan yang suka mobil klasik.

 

“Zaman sekarang tidak seperti dulu, ketika para penggemar mobil klasik hanya orang-orang tua atau pensiunan. Anak-anak muda sekarang pun sudah mulai menggemari mobil klasik. Jadi, tidak menutup kemungkinan kaum perempuan juga akan tertular. Mereka kan nantinya akan punya pasangan.

 

“Menggemari mobil klasik ini tidak ada ruginya, meskipun tidak mudah, karena  membutuhkan biaya banyak, butuh investasi besar. Belum lagi kalau ada hambatan dari keluarga.

 

“Dulu, 10-15 tahun yang lalu, keluarga saya selalu mengkritik. Jangankan istri, saudara-saudara saya selalu bilang: Ngapain sih ngumpulin mobil-mobil tua?.

 

“Namun, sejak adanya pameran Otoblitz Indonesia Classic Car Show (OICC-Show) di Balai Kartini, tren mobil klasik perlahan tapi pasti mulai naik. Dan, dari situ saudara-saudara saya langsung terbuka matanya. Bahkan istri langsung saya ajak ke Jerman untuk melihat mobil klasik di sana.

 

“Akhirnya mereka membebaskan saya untuk mengoleksi mobil-mobil klasik. Namun, tetap berpesan: ‘Jangan banyak-banyak!’.

 

Cecil Silanu

Ketika Mobil Klasik (Juga) Menjadi “Toys for Big Girls"

 

“Benar jika mobil klasik itu Toys for Big Boys, karena dreams-nya lelaki adalah mobil. Apalagi jika kita melihat dari sisi harga sampai sulitnya dalam hal perawatan. Terkadang istri kita pun ikut memprotes. Jika sudah begitu, kita harus bisa memberi tahu kepada pasangan, bahwa sebenarnya mengoleksi mobil klasik adalah sebuah investasi.

“Sebetulnya banyak juga wanita yang suka mobil klasik. Contohnya istri dan teman-teman wanita saya. Meskipun mungkin mereka baru sekedar suka dengan desain dan keunikannya.

“Jadi, jika mobil klasik itu Toys for Big Boys, maka untuk Toys for Big Girls, ya, tentu saja fashion dan perawatan tubuh, supaya bisa “dimainkan” oleh suami atau pasangannya….”

 

Jimmy Syamsuddin

Ketika Mobil Klasik (Juga) Menjadi “Toys for Big Girls"

“Meskipun penggemarnya kebanyakan laki-laki, tapi tidak bisa diklaim bahwa mobil klasik ini hanya ‘mainannya laki-laki’, karena sekarang banyak juga kaum perempuan yang suka. Memang mereka belum berani untuk menjadi kolektor, hanya baru sebatas suka.

“Sejak mulai mengoleksi mobil klasik, saya selalu memberi pengertian kepada keluarga, terutama istri, karena untuk mengoleksi butuh biaya sangat besar.

“Saya selalu mengajak keluarga atau istri untuk melihat pameran dan event mobil klasik. Selain itu, saya juga selalu memberi pengertian kepada mereka, bahwa membeli mobil klasik ini bukan hanya sekedar ‘membeli’, tapi juga sebuah investasi. Setelah istri mengerti, akhirnya dia malah sangat mendukung.”

 

 

TAGS

KOMENTAR (0)