Setiap pengendara mobil atau sepeda motor yang melakukan kesalahan saat mengemudi bisa ditindak oleh petugas kepolisian dengan mengenakan tilang. Barang bukti yang ditahan biasanya Surat Izin Mengemudi (SIM) atau Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK).
Namun pada suatu kondisi, petugas juga bisa menyita kendaraan bermotor terkait untuk dijadikan barang bukti pelanggaran. “Di dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) telah diatur tentang tata cara pemeriksaan kendaraan bermotor,” ujar mantan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budianto.
Dalam UU LLAJ Pasal 106 ayat 5, disebutkan bahwa pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib menunjukkan:
a. Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor atau Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor;
b. Surat Izin Mengemudi (SIM);
c. bukti lulus uji berkala; dan/atau
d. tanda bukti lain yang sah.
Lebih lanjut, pada UU LLAJ Pasal 260 ayat 1 huruf a, disebutkan dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana, Penyidik Kepolisian Negara RI, selain yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara RI, di bidang lalu lintas dan angkutan jalan berwenang menghentikan, melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara kendaraan bermotor yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/ atau hasil kejahatan.
Pasal 32 ayat 6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, disebutkan juga alasan lain kendaraan disita atau ditahan, yakni:
a. Kendaraan Bermotor tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan yang sah pada waktu dilakukan Pemeriksaan Kendaraan bermotor di Jalan;
b. pengemudi tidak memiliki Surat Izin Mengemudi;
c. terjadi pelanggaran atas persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan Kendaraan Bermotor;
d. Kendaraan Bermotor diduga berasal dari hasil tindak pidana atau digunakan untuk melakukan tindak pidana; atau
e. Kendaraan Bermotor terlibat kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggalnya orang atau luka berat.
Pada prinsipnya, bahwa kendaraan bermotor dapat dilakukan penyitaan sementara apabila diduga kedapatan melakukan pelanggaran lalu lintas atau merupakan alat dan/atau hasil dari kejahatan atau tindak pidana.
“Dalam praktiknya, setiap anggota Kepolisian memiliki hak diskresi atau penilaian sesuai dengan keadaan dan pertimbangan di lapangan, sesuai yang diatur dalam Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian,” ungkap Budianto.
KOMENTAR (0)