Kaum milenial mungkin bisa dikatakan sebagai generasi dengan pola pikir dan karakter yang out of the box, penuh kreativitas, inovatif, dan cepat beradaptasi dengan teknologi baru.
Namun begitu, seorang ekonom Indef Bhima Yudistira Adhinegara menilai, pola konsumsi generasi milenial bisa menyebabkan penurunan permintaan produksi akan suatu barang terhadap industri, salah satunya industri otomotif.
Bhima menjelaskan, industri otomotif sebelum adanya pandemi memang sudah menurun akibat dari pola pikir konsumsi milenial.
“Sekarang tren milenial lebih peduli pada kesehatan. Ini gambaran milenial menghancurkan industri otomotif di Indonesia. Yang lebih turun penjualannya itu kendaraan pribadi. Bukan karena adanya pandemi, tetapi karena milenial tadi malas untuk beli mobil,” ujarnya.
Menurut Bhima, generasi milenial lebih cenderung memilih sesuatu yang praktis, karena tersedianya transportasi secara daring. Kemudian, lebih berpikir hemat karena tanpa harus memiliki sebuah mobil dan terbebas dari biaya parkir dan reparasi kendaraan.
“Ngapain sih milenial harus memiliki mobil? Ini menarik sekali. Industri otomotif menjadi lesu karena dampak dari pola konsumsi milenial yang sangat beda sekali dengan generasi orang tuanya. Sehingga, untuk apa punya mobil, jika sudah ada transportasi online,” ujarnya.
“Kalau ada mobil, tentu akan ada biaya ke bengkel, biaya parkir. Kemudian, ada perubahan, milenial lebih suka ngekos atau kontrak rumah dibandingkan dengan membeli rumah,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier menyebutkan, industri otomotif memberikan pemasukkan devisa dari hasil ekspor sebesar Rp 24,3 triliun. Sementara, nilai impornya mencapai Rp 10,1 triliun sehingga masih terjadi surplus.
“Kalau kita lihat dari industri kita, sebetulnya CBU (Completely Built Up) kita juga terjadi surplus di dalam ekspor kita. Jadi kita banyak ekspor juga. Di dalam industri otomotif, kita bisa mencapai ekspor sekitar Rp 24,3 triliun dan impor sekitar Rp 10,1 triliun. Jadi ini, juga tanda-tanda bahwa kita masih surplus di dalam CBUnya,” ungkapnya.
Industri otomotif dunia tentu akan terus berkembang dan memiliki cara tersendiri untuk menarik para konsumen milenialnya. Terlebih kendaraan murni listrik akan segera menjadi keharusan dan memerlukan para penikmat baru di masa depan.
Jika memang demikian, kemungkinan generasi ini akan lebih merasakan kehidupan yang lebih simpel. Terlepas dari penting atau tidaknya suatu kendaraan, yang pasti kaum milenial akan memilih transportasi yang fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan.
KOMENTAR (0)