Dibanding tahun 2018, pasar otomotif Indonesia pada tahun 2019 menunjukkan dinamika yang menarik. Secara keseluruhan, angka penjualan domestik pada tahun 2019 (periode Januari-Desember) mencapai 1.030.126 unit (wholesales) atau 1.043.017 unit (retail sales). Pencapaian tersebut menunjukkan penurunan penjualan sebanyak 121.182 unit (wholesales) atau 109.624 unit (retail sales) dibanding penjualan pada tahun 2018.
Walau volume penjualan pada tahun 2019 tidak berhasil melampaui angka psikologis 1,1 juta unit (pencapaian tahun 2018), industri otomotif Indonesia bersyukur karena tetap mampu melewati ‘batas kramat’ 1 juta unit. Alhasil, pasar otomotif Indonesia boleh disebut tetap konsisten karena masih mampu mencapai voume penjualan sedikit di atas 1 juta unit.
Menilik setiap segmen dalam pasar otomotif Indonesia, terlihat perkembangan yang menarik. Sesuai data penjualan Gaikindo pada periode tahun 2019, nyatanya tidak ada perubahan dalam posisi segmen pasar alias tetap sama dengan posisi segmen pasar pada periode tahun 2018. Secara umum, posisi lima besar dalam pasar otomotif Indonesia tetap didominasi oleh segmen pasar 4×2 yang diikuti secara berurutan oleh segmen pasar low cost & green car (LCGC), pick-up (PU), truk dan double-cabin (PU d-cab).
Menurut Data Penjualan Tahun 2019 versi Gaikindo, segmen pasar 4×2 tetap menjadi primadona dalam pasar otomotif Indonesia dengan pencapaian volume penjualan hingga 54% (54,4% untuk retail sales dan 54,1% untuk wholesales). Secara angka, volume penjualan segmen pasar 4×2 pada periode 2019 mencapai 566.890/557.613 unit (retail/wholesales). Kondisi tersebut menggambarkan karakter utama pasar otomotif Indonesia yang cenderung statis dan masih didominasi oleh kendaraan 4×2 dengan beragam jenisnya seperti city car, hatchback, MPV hingga SUV. Pendeknya, konsumen Indonesia tetap menyukai produk-produk tersebut karena memang sesuai dengan kebutuhan mereka. Jika ada pergerakan dalam segmen pasar 4×2, lebih karena pergantian posisi antar kelompok pada segmen yang sama. Contohnya, konsumen memilih SUV atau MPV karena utilitas yang lebih tinggi daripada hatchback atau city car.
Posisi kedua ditempati oleh segmen pasar LCGC yang semakin memperkuat posisinya dengan menempel segmen pasar 4×2 dan mengalahkan volume penjualan segmen pasar lainnya. Satu hal yang menarik tentang segmen pasar LCGC dalam pasar otomotif Indonesia adalah “masuk pelan dan kemudian ngebut”.
Saat mobil-mobil LCGC masuk pasar pada tahun 2013, penjualannya mencapai 45.000 unit. Lalu pada tahun 2014, penjualan LCGC menembus 164.000 unit dan pada tahun 2016, angkanya sudah mencapai 235.891 unit. Angka psikologis 200.000 unit untuk penjualan dalam segmen pasar LCGC terus bertahan sampai tahun 2019. Rupanya, bisnis taksi online berperan penting dalam menyuburkan penjualan LCGC di Indonesia. Kerja sama antara operator taksi online dan dealer serta biaya operasional yang kompetitif menjadikan LCGC sebagai kendaraan favorit di Indonesia.
Pada posisi tiga, empat hingga lima, kendaraan niaga seperti pick-up, truk dan double-cabin masih tetap menjadi primadona dalam pasar otomotif Indonesia. Sebagai catatan, volume penjualan dalam segmen pasar kendaraan niaga di Indonesia pada tahun 2018 meningkat pesat karena saat itu didorong oleh tingginya konsumsi-pengeluaran pemerintah (government expenditure) melalui banyaknya proyek pembangunan infrastruktur, termasuk pertumbuhan bisnis distribusi logistik (toko online) yang sempat membesar beberapa waktu lalu.
Namun pada tahun 2019, semuanya berubah karena volume penjualan mengalami penurunan untuk semua segmen pasar dan semua merek kendaraan. Sejumlah kalangan menyampaikan beberapa faktor penyebab stagnasi pasar otomotif Indonesia pada tahun 2019. Dari segi politik, faktor pemilihan umum dan pemilihan presiden yang berlangsung serentak membuat banyak pihak yang memilih untuk ‘wait and see’ terkait pembelian kendaraan bermotor.
Masalahnya, periode ‘wait and see’ ini berlangsung cukup lama dan tidak sedikit yang menunggu reaksi pasar terhadap kondisi politik sebelum melakukan langkah bisnis. Tak ketinggalan pula ‘perang dagang’ antara Amerika Serikat dan China juga memaksa sejumlah pihak memilih untuk ‘wait and see’ hingga kondisinya jelas. Sebenarnya, siklus seperti itu biasa terjadi dalam bisnis, namun kali ini efek faktor politik ternyata cukup besar dan berkepanjangan.
Terkait penurunan penjualan pada tahun 2019, salah satunya juga ditentukan oleh faktor pelemahan daya beli konsumen. Demikian pula faktor depresiasi nilai tukar rupiah dan penurunan harga komoditas menyebabkan banyak pihak yang menahan diri (tidak melakukan pembelian barang). Menilik aspek produk, penurunan angka penjualan turut disebabkan oleh persaingan yang semakin ketat dengan masuknya pemain baru dan produk baru. Kehadiran mobil China dengan harga kompetitif berhasil memaksa para pemain lama untuk melakukan koreksi harga produk dan merilis varian baru.
Lalu, bagaimana dengan prediksi pasar otomotif 2020? Tentunya semakin menarik karena kehadiran beragam produk baru dan penetrasi gencar mobil elektrifikasi pada berbagai segmen pasar. Perkembangan tersebut berpotensi mengubah kondisi pasar otomotif Indonesia pada periode tahun 2020 ini. **MS/ Foto-foto: Dok.
KOMENTAR (0)