Selama 26 tahun, “Opa” Gunther Holtorf mengembara mengunjungi 177 negara dan menempuh perjalanan 884,000 km dengan mobil yang sama: Mercedes-Benz G-Class (1988).
Tak banyak orang tua seberuntung Gunther Holtorf (76).
Ketika rekan-rekan sebayanya duduk tenang-tenang di rumah sambil bermain bersama cucu, warga Jerman ini justru menghabiskan 26 tahun sisa hidupnya dengan mengembara mengunjungi 177 negara dan menempuh perjalanan 884.000 km.
“Opa” Gunther ditemani istrinya, Christine, dan sebuah Mercedes-Benz G-Class (1988) – yang ia namakan “Otto”. Mereka mengawali perjalanan tahun 1988, tak lama setelah Gunther berhenti dari pekerjaannya di maskapai Jerman, Lufhansa.
Gurun Sahara, Aljazair dan Nigeria menjadi tujuan pertama mereka, sebelum berakhir di Mali.
Tahun berikutnya, Gunther mengirim Otto ke Afrika, lalu kembali melanjutkan petualangan.
Selama lima tahun, mereka tur secara ekstensif ke beberapa negara: Afrika Selatan, Kenya, Zimbabwe, Ethiopia, Sudan, dan Eritrea.
Memasuki 1995, Gunther kembali mengapalkan Otto, kali ini menuju Amerika Selatan.
Otto tiba di Montevideo tahun 1996, sebelum kembali turun ke jalan menjelajahi setiap negara di selatan Amazon.
Pada 1998, saat melaju ke Argentina, odometer Otto berdetak di angka 200.000 km. Dari sana, mereka berkunjung ke Amerika Tengah dan Kanada, lalu masuk Meksiko, Alaska, sebelum menyeberang ke Australia.
Lepas dari Benua Kanguru, Gunther mengajak isterinya dan Otto singgah di Asia. Mereka berkeliling ke Suriah dan Kazakhstan, menghabiskan odometer hingga 500,000 km; sebelum lanjut ke Afghanistan, Turki, Caribean, Kuba, dan tinggal sebentar di Inggris.
Bulan Juni 2010, Christine didiagnosis menderita tumor ganas, dan meninggal dalam perjalanan. Meski sempat terguncang, namun Gunther, ditemani Otto, terus melanjutkan perjalanan ambisiusnya untuk bisa masuk ke China dan Korea Utara.
Saat itulah Mercedes-Bens, yang tercengang melihat tekad Gunther, turun-tangan membantu. Mereka bahkan berhasil membujuk raksasa asuransi, Axa, untuk melindungi Gunther selama melakukan perjalanan uniknya keliling dunia.
Di Cina, dengan bantuan Mercedes-Benz, Gunther menghabiskan tiga bulan dan berkeliling ke berbagai pelosok sejauh 30.000 km; sebelum akhirnya menyeberang ke Vietnam, Kamboja, juga Indonesia.
Yang menarik, selama perjalanan, Otto jarang rusak. Dari awal, Gunther rupanya sudah menyimpan sekitar 400 sukucadang dalam kotak aluminium yang diikat di atap mobil, dan dia selalu mampu mengatasi berbagai masalah.
Ketika mesin Otto diperiksa tahun 2004, seluruhnya masih dalam kondisi prima, hanya gasket yang telah diubah. Fakta tersebut membuktikan kehandalan Gunther dalam merawat mobil secara rutin, dan dia mengaku tak pernah memaksa Otto berlari melebihi 80 km/jam.
Satu-satunya insiden lumayan serius ketika Gunther melakukan perjalanan ke Madagaskar. Saat melewati mobil lain, tiba-tiba Otto meluncur di tanah lunak, dan berakhir di selokan dalam posisi terbalik.
Bagusnya, sasis mobil tetap aman, namun tubuh Otto perlu banyak perbaikan. Gunther kemudian mengirimnya ke Eropa, dan sesudahnya Otto hadir lagi dengan bodi yang baru.
Selama 26 tahun bertualang, Gunther mencatat hanya 16 negara yang terlewakan. Beberapa negara ia anggap tidak aman, dua lainnya ditolak, sementara sisanya sengaja dibatalkan dengan alasan faktor waktu dan biaya, termasuk sebuah atol kecil yang tak mungkin dilalui karena nyaris tak memiliki jalan.
Namun, Gunther juga mencatat, Ghana dan Australia sebagai tujuan favoritnya, entah dengan alasan apa.
Awal Oktober silam, Gunther mengakhiri petualangannya dengan memarkirkan Otto di depan Brandenberg Gate di Berlin. Selanjutnya, ia menyerahkan kunci mobil kepada Chairman Daimler, Dieter Zetsche, yang memutuskan akan menyimpan Otto di Daimler Museum di Stuttgart, dengan label: The Best-Travelled Vehicle in The World.
“Semakin banyak Anda bepergian, semakin Anda menyadari betapa sedikit yang telah Anda lihat,” katanya di depan para wartawan.
Disebutkan, Otto telah berhasil keliling dunia dengan catatan prestasi sekitar 12 liter per 100 km, menghabiskan 85.000 Euro untuk suku cadang, menyeberangi 100 pulau dan 200 sungai, dikirim berkali-kali dalam 41 kontainer, serta menelan total biaya operasional hingga 450.000 Euro.
KOMENTAR (0)