Pembangunan pabrik Indonesia Battery Corporation (IBC) mulai bergulir tahun ini. IBC pun menargetkan bakal menyuplai kebutuhan baterai electric vehicle (EV) atau mobil listrik dunia pada 2025. Hal ini bisa terjadi sebab IBC memasang target operasi komersial untuk smelting dan recycling diproyeksikan pada 2024, kemudian untuk precursor, cathode, dan battery cell berlangsung mulai 2025.
Presiden Direktur IBC Toto Nugroho mengatakan, pihaknya bakal menyelesaikan tahap akhir kemitraan pada 2021. Kemudian, dilanjutkan dengan proses engineering procurement construction (EPC) pada 2022. “Sehingga pada 2025 ke depan Indonesia telah menjadi pemain baterai kelas dunia dengan pasar domestik dan internasional,” ujar Toto.
Menurutnya, untuk mengembangkan bisnis EV secara terintegrasi dari hulu ke hilir, perusahaan membutuhkan total investasi 15,3 miliar dolar AS dengan kapasitas 140 GWh. Hal tersebut mencakup smelting nikel, precursor, cathode, cell battery, hingga industri daur ulang. “Kami sudah menghitung, ketika kami produksi baterai di Indonesia dan diekspor ke AS, Eropa, bahkan China, kami punya harga yang kompetitif, karena nikelnya di sini,” ucap Toto.
Salah satu tantangan terbesar dalam pengembangan investasi di sektor ini adalah nilai keekonomian yang sesuai. Namun, hal itu sebetulnya bisa ditunjang dari proyeksi penjualan kendaraan bermotor di Indonesia yang mencapai 8 juta unit pada 2030. Dengan skenario optimistis, mobil listrik diprediksi bisa mengambil porsi 29 persen dari total penjualan kendaraan.
Untuk diketahui, IBC merupakan induk perusahaan yang terdiri dari empat BUMN, yakni PT Antam Tbk., PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), dan Mind ID. Sementara itu, proyek baterai mobil listrik di Karawang memiliki nilai investasi 1,1 miliar dollar AS atau setara Rp 15,6 triliun. Dalam proyek tersebut, IBC menggandeng mitra strategis, yakni konsorsium asal Korea Selatan, LG Energy Solution dan Hyundai Motor Group.
KOMENTAR (0)