Indonesia saat ini tengah menikmati posisinya di bidang industri otomotif sebagai produsen dan eksportir produk otomotif unggulan di wilayah Asia Pasifik, hal ini juga membuat PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) turut mempersiapkan diri dalam menyongsong era elektrifikasi di industri otomotif nasional.
Industri otomotif nasional sendiri juga memegang peran strategis sebagai bagian dari rantai pasok, dengan jangkauan wilayah ekspor yang telah merambah hingga 80 negara di berbagai kawasan dunia.
Selain itu di tengah upaya eskalasi kontribusi sebagai basis produksi dan ekspor global, Indonesia kini menyongsong era elektrifikasi industri otomotif nasional.
Kondisi tersebut juga menjadi tantangan tersendiri untuk membuktikan apakah produk otomotif berteknologi tinggi buatan SDM dalam negeri, dapat berkompetisi mempertahankan performa positif dan keluar sebagai pemenang.
Era elektrifikasi menjadi suatu keniscayaan bagi industri otomotif nasional sebagai salah satu upaya nyata untuk mengatasi kekhawatiran masyarakat global, akan terjadinya perubahan iklim sebagai dampak dari peningkatan emisi karbon (CO2).
Pemerintah Indonesia sendiri juga telah memperkuat kembali komitmennya dengan meningkatkan target penurunan emisi karbon hingga 31,89% dengan upaya sendiri (unconditional).
Selain itu dengan sebesar 43,20% melalui dukungan dari internasional (conditional) untuk mencapai Net-Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat, seperti yang tertulis pada Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR 2050).
Upaya untuk menekan emisi karbon sebagaimana ditetapkan Pemerintah Indonesia dalam target NZE 2060 nyatanya memerlukan adanya transisi energi dan transformasi industri, maupun bisnisnya.
Pada sektor otomotif, berbagai kebijakan terkini terkait elektrifikasi kendaraan tengah digalakkan, baik dengan adanya dukungan dari sisi fiskal maupun non fiskal guna memperbesar populasi beragam kendaraan elektrifikasi.
Transisi industri otomotif, termasuk rantai pasoknya merupakan strategi yang harus diimplementasikan untuk menjaga posisi Indonesia sebagai basis produksi dan ekspor otomotif, selain soal bagaimana mengelola kendaraan atau unit kendaraan yang sudah ada selama ini (managing unit in operation/UIO).
Dalam hal ini, beberapa cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengkombinasikan seluruh sarana transportasi yang ada, baik transportasi massal maupun pribadi, untuk bersinergi melalui penggunaan teknologi yang mengkonsumsi bahan bakar secara lebih efisien.
Pada efisien tersebut juga didukung dengan teknologi yang menggunakan bahan bakar baru dan terbarukan, maupun beralih ke teknologi-teknologi elektrifikasi seperti Hybrid Electric Vehicle (HEV), Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV), dan Battery Electric Vehicle (BEV) hingga hidrogen baik melalui produksi baru maupun melalui aktivitas konversi.
“Kehadiran beragam teknologi kendaraan elektrifikasi rendah emisi yang lengkap, melalui pendekatan strategi multi-pathway akan menjadi kunci keberhasilan Indonesia lebih cepat berkembang dan mengejar posisi sebagai pemain utama produsen serta eksportir kendaraan elektrifikasi di kancah internasional,” ungkap Bob Azam.
Bob Azam juga menjelaskan di samping itu, roadmap industri otomotif nasional harus disusun dengan memperhitungkan ketersediaan energi, khususnya SDA tidak terbarukan. Dukungan Pemerintah di sektor transportasi melalui manajemen UIO (Unit in Operations), juga menjadi elemen penting untuk mempertahankan posisi dan kontribusi positif industri otomotif nasional selama lebih dari 5 dekade ini.
KOMENTAR (0)