Kemacetan lalu lintas yang semakin menjadi-jadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya, membuat banyak pengemudi yang mengeluhkan lelah dan pegal pada kaki akibat terlalu sering menginjak pedal kopling. Apalagi kemacetan menyebabkan perjalanan dengan jarak relatif dekat menjadi “long hour” karena bisa berlangsung mulai dua jam hingga empat jam. Bagi Anda yang menggunakan mobil dengan transmisi otomatis mungkin familiar dengan transmisi otomatis non konvensional seperti CVT (Continuously Variable Transmission) dan AMT (Automated Manual Transmission). Walau sama-sama membuat pengemudi tidak lagi pegal akibat menginjak pedal kopling, tetap ada perbedaan antara kedua transmisi tersebut.
CVT (continuously variable transmission)
Pada CVT, penggerak utamanya adalah dua puli dan sabuk baja yang bertugas untuk mengatur perubahan rasio gigi yang disesuaikan dengan putaran mesin. Penerapan puli dan sabuk baja membuat perpindahan gigi pada CVT terasa sangat halus sehingga hampir tidak terasa. Selain itu, ECU pada CVT selalu menjaga mesin untuk bekerja pada torsi maksimum sehingga secara umum lebih hemat bahan bakar. Belakangan, CVT dilengkapi fitur-fitur baru yang memungkinkan akselerasi lebih responsif dibanding sebelumnya.
AMT (automated manual transmission)
Sejatinya, AMT bisa juga disebut sebagai transmisi manual auto clutch karena pada dasarnya adalah transmisi manual tanpa pedal kopling sebab kontrol kopling dan pengoperasian gigi berlangsung secara otomatis. AMT pada masa awal pengembangan pernah diadopsi oleh Ferrari pada tahun 1988. Secara umum, AMT lebih murah daripada CVT, sehingga mobil yang menggunakan AMT lebih terjangkau harganya. Dalam hal konsumsi bahan bakar, ada yang menyatakan bahwa AMT lebih hemat irit, namun ada banyak faktor yang berperan penting terhadap konsumsi bahan bakar. Yang pasti, perawatan AMT sama seperti transmisi manual konvensional.
KOMENTAR (0)