Sejatinya, Toyota tidak asing lagi dengan dunia penerbangan. Pada tahun 2002, Toyota bermitra dengan Burt Rutan (kreator Voyager dan Spaceship 1) untuk membuat satu unit prototipe pesawat ringan TAA-1 (Toyota Advanced Aircraft-1) bermesin Textron Lycoming IO-360 (180 hp). Usai terbang perdana pada Mei 2002 di bandara Mojave, TAA-1 lalu disimpan dalam gudang karena tidak ada peminat dan Toyota juga sibuk dengan proyek lainnya.
Tampaknya hasrat Toyota kepada angkasa belum padam. Pada tahun 2017, Toyota memberikan dana sebesar US$ 386.792 kepada Cartivator untuk riset pengembangan mobil terbang Skydrive. Lalu pada kurun 2018-2019, Toyota menyetorkan uang sejumlah US$394 juta untuk Joby Aviation disertai permintaan “membuat pesawat komersial full elektrik dengan kemampuan VTOL dan menjadi angkutan udara yang cepat, nyaman, terjangkau.” Toyota juga membantu manajemen manufakturing termasuk kontrol mutu dan biaya produksi sehingga Joby Aviation yang berpusat di California dapat segera memproduksi pesawat eVTOL tadi. Menurut situs Joby Aviation, pesawat eVTOL yang sedang dikembangkan bersama Toyota tersebut akan mampu terbang hingga kecepatan 322 km/jam berbekal sistem tilt rotor (enam unit ) serupa Boeing V-22 Osprey dan mencapai jarak tempuh sejauh 241 km (dengan sekali pengisian penuh pada baterai) serta menampung empat penumpang plus seorang pilot. Joby Aviation mengklaim pesawat eVTOL buatannya akan 100 kali lebih senyap daripada pesawat konvensional.
Lalu mengapa Toyota tertarik dengan bisnis penerbangan? “Transportasi udara sudah lama menjadi ‘business goal’ Toyota. Kini saatnya Toyota memperluas cakrawala bisnis menuju angkasa tanpa melupakan bisnis otomotif yang sudah berjalan,” jelas Presiden dan CEO Toyota, Akio Toyoda beberapa waktu lalu. Tampaknya, Toyota memandang serius kolaborasi bisnis Boeing dan Porsche untuk memasuki segmen pasar taksi udara kelas premium. Boleh jadi, langkah tersebut menandai awal transisi Toyota dari automaker menjadi mobility company.
KOMENTAR (0)