Pernah berjaya di tahun-tahun awal, pamor Proton kemudian meredup sejak 2012. Namun, Mahathir Mohamad, selaku Chairman Proton, bersikeras: “Kami tidak akan bekerjasama dalam proyek ini kalau kami akan kehilangan uang. Proyek ini tak hanya akan menguntungkan Indonesia, tapi juga ASEAN.”
Presiden Jokowi, secara tersirat, sudah menegaskan bahwa Proton tak akan menjadi mobil nasional. Menteri Perindustrian RI, Saleh Husin, pun memastikan penandatanganan kesepahaman (MoU) antara PT Adiperkasa Citra Lestari dengan Proton Holding Berhard merupakan kesepakatan bisnis antara swasta dengan swasta.
“Penandatanganan MoU itu murni business to business, dan dilakukan dalam rangka membuat feasibility study untuk enam bulan ke depan. Pemerintah sama sekali tidak terlibat dalam kesepakatan tersebut. Begitu juga dengan pelibatan perusahaan pelat merah, alias BUMN. Tidak ada pelibatan unsur pemerintah, baik menggunakan APBN maupun BUMN. Jadi, sekali lagi, itu murni private to private,” kata Saleh Husin.
Kendati begitu, tetap saja tak sedikit anggota masyarakat yang menyayangkan kerjasama tersebut. Pasalnya, Proton terlanjur mereka anggap sebagai bisnis otomotif yang jauh dari menjanjikan. Bahkan, di negeri asalnya, Malaysia, penjualan Proton pada 2014 tercatat hanya 115.783 unit, turun 16% dari tahun sebelumnya (138.753 unit).
Kondisi tersebut mengakibatkan pangsa pasar Proton secara global ikut mengalami penurunan; dari 21,2% pada 2013, menjadi 17,4 % di tahun 2014. Ironisnya, masih di Malaysia, penjualan Proton nyaris disalip oleh Toyota yang memiliki pangsa pasar 15,3%, disusul Honda (11,6%).
Di Indonesia, Proton sudah masuk sejak tahun 2007, melalui Proton Edar Indonesia (PEI). Mereka tampil lengkap dengan 10 model dalam 27 varian; mulai dari model sedan, hatchback, sampai MPV. Antara lain: Savvy, GEN.2 Persona, Gen 2, Wira, Neo, Waja, Saga, Exora, Neo CPS, Saga FL, Persona Elegance, Exora Star, Exora Star Supreme, Exora Star Executive, Exora Bold, Exora Prime & Exora Star FL, Prevé Neo R3, juga Suprima S. Seluruhnya dibawa dalam bentuk CBU dari Malaysia.
Memasuki Juni 2014, Proton sudah memiliki 16 outlet penjualan dan 26 outlet pelayanan yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Namun, sayangnya, keagresifan pengembangan outlet di tanah air itu tak dibarengi dengan performa penjualan mobil-mobil mereka.
Selama 2014 saja, berdasarkan data Gaikindo, penyerapan pasar Proton di Indonesia hanya mencapai 523 unit, dengan Exora Star 1.6 transmisi manual disebut-sebut sebagai model paling laris; terjual 194 unit. Sementara Exora Star matik, “laris-manis” cuma 142 unit.
Di luar kedua tipe yang menjadi tulang punggung PEI tadi, masih ada Persona Elegance yang laku 13 unit, Gen2 sebanyak 32 unit, Neo 14 unit, Preve 9 unit, dan Suprima 11 unit. Sedangkan model Saga, Waja, dan Gen2 Persona tidak mencatatkan penjualan sama sekali.
Proton – yang merupakan kependekan dari Perusahaan Otomobil Nasional – didirikan tahun 1983 atas inisiatif Perdana Menteri Malaysia saat itu, Mahathir Mohammad. Tujuannya, tak lain, untuk mempercepat industrialisasi Malaysia dalam mengimbangi negara-negara maju.
Model pertama yang diluncurkan secara komersial adalah Proton Saga, tanggal 9 Juli 1985, dengan pasar utama Singapura. Hanya butuh waktu setahun, mereka berhasil memproduksi 10.000 unit Saga – dan meningkat menjadi lebih dari 50.000 unit pada 1986; dengan pasar ekspor melebar hingga Bangladesh, Brunei, Selandia Baru, Malta, Sri Lanka, bahkan Inggris.
Tahun 1988, Proton memulai debutnya di British International Motor Show, dan sukses meraih tiga penghargaan bergengsi sekaligus: Kualitas, coachwork, serta ergonomi.
Pada 1996, Proton mencapai produksinya yang kesejuta, dan mengakuisisi saham mayoritas Grup Lotus.
Memasuki 2012, Proton membuka babak baru dengan berubah status dari perusahan pemerintah menjadi perusahaan publik, menyusul pengambilalihan saham oleh DRB-HICOM Berhad. Namun, bersamaan dengan itu pula, pamor Proton – yang diduga tak mampu berinovasi dan kalah bersaing dengan produk-produk Jepang, Korea, bahkan India – perlahan-lahan mulai meredup.
Koon Yew Yin, seorang pengamat otomotif dan kolumnis kondang di sana, pada 30 Mei silam, sempat menulis dalam situs malaysiakini.com, bahwa Proton sedang berada di ambang kebangkrutan. Koon bahkan mengecam pendirian perusahaan mobil nasional Malaysia tersebut sebagai sebuah kesalahan besar yang harus dibayar mantan Perdana Menteri Mahathir Muhammad.
Menurutnya, dua tahun lalu Proton pernah merugi sampai 61 juta Ringgit. Bahkan, kini, miliaran ringgit kas negara yang dikumpulkan dari para pembayar pajak, terbuang sia-sia demi menjaga pabrik mobil tersebut tetap beroperasi.
Masih menurut Koon, saat pertama kali digulirkan, semua pihak memang menganggap industri otomotif ini bakal sukses menuai untung. Namun, yang belakangan terjadi justru kebalikannya, sehingga warga Malaysia sekarang dia imbau untuk berpikir ulang: Apakah sebaiknya harus menghentikan kegiatan pabrik mobil nasional itu, atau mencari cara lain buat menyelamatkan proyek cita-cita luhur tersebut (selengkapnya baca di sini).
Boleh jadi tulisan Koon itulah yang ikut “mengilhami” Proton Holdings Bhd menggandeng Adiperkasa Citra Lestari. Dengan populasi penduduk lebih dari 250 juta jiwa, tentu saja Indonesia akan dapat menjadi penyelamat Proton.
Namun, seperti dilansir New Straits Times, Jumat (6/2) silam, Mahathir Mohamad, selaku Chairman Proton, menjanjikan, “Kami tidak akan bekerjasama dalam proyek ini kalau kami akan kehilangan uang. Proyek ini tak hanya akan menguntungkan Indonesia, tapi juga ASEAN secara keseluruhan.”
KOMENTAR (0)