Komunitas pencinta mobil tua, akhirnya, membuat dan mengirimkan petisi penolakan rencana pembatasan kendaraan berusia lebih dari 10 tahun yang digagas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Petisi tersebut ditandatangani sekitar 300 orang, yang tergabung dalam lebih dari 40 komunitas, di atas selembar kain putih berukuran 4×1 meter, Minggu (18/1).
Sejauh ini memang belum ada tanggapan dari Gubernur DKI Jakarta, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama. Namun, setidaknya, petisi itu menjadi bukti bahwa tak sedikit pecinta mobil tua yang meyakini kebijakan tersebut telah melenceng jauh dari “azas keadilan”.
Alasan bahwa pembatasan mobil tua bisa mengurangi kemacetan di Jakarta pun, dianggap terlalu mengada-ada. “Kita punya hak untuk memiliki mobil tahun berapa pun. Jakarta milik semua!” kata Presiden Forum Komunikasi Klub dan Komunitas Otomotif (FK30), Amroe Wahyudi.
Itu baru satu komentar dari Amroe Wahyudi. Bagaimana komentar para pecinta mobil tua lainnya?
Romy Pribadi, President Volkswagen Type 3 Lovers (VW T3):
“Saya sebenarnya setuju dengan kebijakan itu, asalkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bisa melayani transportasi masyarakat dengan mudah dan menjangkau. Kalau sarana transportasi umum belum memadai, saya yakin, banyak masyarakat yang lebih nyaman mengendarai mobil pribadi.
“Jika ada asumsi bahwa mobil tua adalah pembuat kemacetan di Jakarta, atau menghasilkan tingkat emisi yang tinggi, saya sangat tidak setuju. Karena, kalau kita lihat, di Jakarta saat ini lebih banyak mobil baru yang melintas dibandingkan mobil tua ataupun klasik. Pemerintah mungkin tidak paham jika sebenarnya mobil tua atau klasik lebih terawat daripada mobil baru.
“Jadi, masih banyak yang harus dibenahi oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk bisa memberlakukan kebijakan seperti itu. Mungkin, untuk saat ini, yang paling realistis adalah segera memberlakukan sistem ERP (Electronic Road Pricing), atau setidaknya diberlakukan aturan mobil tua tidak boleh masuk jalan-jalan protokol.
“Pada intinya, memberlakukan Perda pembatasan usia mobil belum cocok untuk Jakarta.”
*
Sapto Aji, Founder MTC INA:
“Kemacetan di Jakarta belum seberapa jika dibandingkan dengan kota besar negara lainnya; semisal Shanghai, yang setiap jam pulang kerja bisa macet sampai 10 km. Dan, kalau Perda tersebut benar-benar diberlakukan, justru akan menimbulkan efek yang sangat besar; mulai dari penjual sparepart sampai bengkel-bengkel.
“Sebenarnya masyarakat mau-mau saja naik transportasi umum, asalkan ada fasilitas yang memadai. Tapi, bisa tidak Pemprov DKI menyediakannya?
“Jika ada asumsi bahwa mobil tua penyebab kemacetan Jakarta, itu salah besar, karena sebenarnya volume kendaraan yang ada di Jakarta ini hanya sekitar 2 juta unit, sementara yang lainnya adalah kendaraan-kendaraan yang masuk dari Bodetabek.
“Kemacetan itu kan tanda bahwa negara ini berkembang dengan cepat. Jadi, wajar saja jika Jakarta macet. Kalau tidak mau macet, jam kerja kita dibagi saja pagi dan siang.
“Menyinggung sistem ERP, kita harus tanya dulu, Pemerintah DKI mau mencari pendapatan atau menekan kemacetan? Jika pemberlakuan ERP dibilang untuk mengurai kemacetan, itu bohong, karena masyarakat masih bisa membayar.
“Pemberlakuan wacana seperti ini harus melalui beberapa riset. Dan, untuk memberlakukan Perda tersebut, Ahok juga perlu melibatkan komunitas buat membahasnya.
“Namun, jika benar-benar diberlakukan, saya sebagai warga yang baik tetap akan mendukung. Tapi, juga harus ada pembuktian dan konsekuensinya. Jika memang akhirnya mobil tua ataupun klasik benar-benar tidak masuk Jakarta tapi masih terjadi kemacetan, berani tidak Pemprov DKI membayar (ganti-rugi) mobil-mobil klasik kami?
“Jangankan mengurusi mobil, Pemprov Jakarta ngurusi pohon saja tidak bisa!
“Intinya, saya tidak setuju dengan Perda tersebut. Dan, saya yakin, Ahok masih berpikir panjang untuk segera memberlakukannya.”
*
Dian Hadi, Holden Indonesia:
“Saya selaku anggota klub mobil sangat waswas juga, dan secara pribadi tidak setuju.
“Mobil antik dan mobil tua memiliki definisi yang berbeda. Orang yang sudah biasa naik mobil klasik, lalu disuruh naik busway, pasti tidak mau. Lebih baik beli mobil baru.
“Singapura juga mengalami kemacetan, dan di seluruh dunia pasti ada yang namanya mobil klasik. Jika dibilang mobil tua biang kemacetan, itu salah, karena jika dilihat di sepanjang Jalan Sudirman, kebanyakan didominasi oleh mobil baru.
“Mobil klasik merupakan kebanggaan tersendiri bagi pemiliknya. Kalau pajaknya yang dinaikkan, mungkin masih bisa ditoleransi. Dan, untuk saat ini Pemerintah DKI Jakarta lebih baik segera memberlakukan sistem ERP.
“Jadi, jika memang Gubernur Ahok ingin menerapkan aturan tersebut, harus dikaji ulang lagi. Perbaiki semua sistem transportasi yang ada, karena kebanyakan masyarakat Jakarta masih menggunakan mobil tahun 2000-an.”
*
Rony Arifudin, Ketua PPMKI:
“Wacana seperti ini sudah pernah ada pada tahun 2004, dan kami telah melakukan banyak talkshow serta audiensi dengan anggota DPR. Tapi, hingga saat ini tidak pernah terealisasi.
“Kami khawatir, bahwa keberadaan kami belum diketahui oleh Pak Ahok. Jadi, kami harus sampaikan kepada Pemerintah, baik Pemprov DKI maupun DPR RI, bahwa saat ini di Jakarta, di Indonesia, ada orang-orang seperti kami, para komunitas mobil klasik.
“Selama ini kami tidak pernah menentang program Pemerintah. Tapi, seharusnya Pemerintah merealisasikan program-program yang sebelumnya pernah menjadi wacana, yang hingga saat ini belum berjalan; seperti repitalisasi angkutan bus, pemberlakuan plat ganjil-genap, MRT, atau bahkan ERP.
“Pemerintah juga harus tahu bahwa mobil klasik itu tidak pernah digunakan sebagai kendaraan operasional harian. Kami di PPMKI justru melestarikan banyak mobil yang syarat dengan sejarah, terutama mobil eks Bung Karno.
“Jika memang program pemerintah ini riil untuk mengurai kemacetan di Jakarta, masih banyak cara yang bisa dilakukan. Seperti meninggikan pajak mobil tua ataupun klasik, memberikan stiker kepada mobil-mobil tersebut untuk bisa masuk di Jakarta pada hari-hari libur, dan seterusnya.
“Pemerintah juga harus tahu bahwa klub-klub mobil di Jakarta tidak sampai ratusan ribu. Mungkin jumlahnya masih di bawah 10 ribu. Bandingkan dengan mobil tahun 2005 ke atas yang bisa mencapai ratusan ribu, bahkan jutaan. Dan, Pemerintah juga harus menyadari, bahwa mobil dari tahun 1990-2005 itu masih layak jalan.
“Pada intinya, kami dari PPMKI mendukung program Pemerintah. Namun, sebaiknya sebelum memberlakukan wacana tersebut, semua harus dikaji ulang dan dibenahi, termasuk membenahi sistem transportasi umum menjadi lebih baik lagi.”
KOMENTAR (0)