Membeli dan menggunakan ban bekas, sesungguhnya tak pernah dianjurkan. Pasalnya, pemakaian ban tersebut bisa saja mengancam jiwa dan keselamatan pengendara.
Ban bekas yang banyak dijual entah di dealer atau di lapak-lapak tukang tambal ban, sebetulnya bukan sekadar ban botak atau polos yang telah habis permukaannya. Di beberapa tempat, ban tersebut ternyata sudah “disulap” dan diubah menjadi seperti baru.
Caranya rada unik. Ban bekas tadi diukir kembali, sehingga menyerupai bentuk ban baru seperti dijual di dealer-dealer resmi. Alat yang digunakan pun sangat sederhana: Pisau yang menyerupai gergaji.
Ada yang menyebut cara mengukir ban tersebut sebagai regroove, sementara bannya sendiri dijuluki ban suntik atau “batik-an” (karena diukir dengan motif layaknya batik). Harganya memang bikin geleng-geleng kepala karena saking murahnya; bahkan bisa sampai hanya 10% dari harga ban baru.
Selain ban bekas batikan, ada pula yang disebut ban bekas orisinil, yang bisa dilihat dari polanya yang masih bagus. Diyakini, kondisi ban bekas orisinil ini sekitar 70%-90% baru; sementara ban batikan biasanya hanya 30%.
Jenis ban bekas berikutnya adalah vulkanisir, yang telah dilakukan penambahan karet pada kembangannya. Ban bekas jenis ini kebanyakan dipakai mobil-mobil besar, seperti truk atau bus. Jika dipaksakan pada mobil pribadi, maka laju kendaraan akan sedikit bergoyang dan kurang stabil.
Seorang penjual ban batikan sempat bercerita, “Kalau ban bekas dalam sehari bisa terjual antara lima sampai delapan buah. Sedangkan ban baru, sebulan pun belum tentu laku!”
Alasan-alasan serupa itu, pada akhirnya, membuat banyak ban bekas ditawarkan di pasar. Targetnya, tak lain, para konsumen yang sedang kepepet duit. “Ban batikan seperti ini bisa bertahan dua sampai tiga bulan. Lumayanlah untuk menghemat sampai bisa membeli ban yang baru,” aku Randy, pemilik mobil yang sedang serius berburu ban di sejumlah lapak di kawasan Jakarta Pusat.
Randy memang tak menyinggung-nyinggung soal kualitas. Ban bekas, karena sudah pernah digunakan, so pasti memiliki tingkat elastisitas dan ketebalan jauh berbeda dengan yang baru. Bahkan saat diukir pun kondisi ban bekas tersebut kerap sudah sangat menipis.
Kalau sudah tipis lantas diukir lagi, maka tinggallah lapisan kedua. Nah, di lapisan kedua inilah serat dan kawat pada ban akan menjadi lapisan terakhir yang sangat berbahaya jika kena benda tajam, bahkan bisa meledak. Lapisan terakhir ini pun berpotensi menimbulkan benjolan saat digunakan di jalan beraspal yang tidak terlalu mulus.
Memang, dalam kondisi “biasa”, ban tetap normal dan tidak licin meski harus melewati trek tertentu. Namun, ban dapat sangat sensitif pada lapisan terakhir saat diajak menggelinding, dan bisa saja sobek ketika terkena kerikil.
Itulah sebabnya mengapa menggunakan ban bekas tak pernah dianjurkan. (baca juga: “Memilih Ban Bekas”)
KOMENTAR (0)